Popular Posts

masukan E-mail mu untuk berlannganan:

Delivered by FeedBurner

Rabu, 29 Desember 2010

sepatu raja

Seorang raja berjalan kaki melihat-lihat keadaan ibu kota. Di jalan depan istana, kakinya terluka karena menginjak batu tajam. “Jalan di depan istana ini sangat buruk. Aku harus memperbaikinya,” begitu pikirnya. Maka, Sang Raja segera merumuskan proyek untuk memperbaiki jalan di depan istana itu. Ia ingin jalan itu dilapisi dengan kulit sapi terbaik, agar siapapun yang melewatinya tidak terluka. Persiapan mengumpulkan sapi-sapi di seluruh negeri dilakukan.

Di tengah kesibukan luar biasa itu, seorang pertapa menghadap raja dan berkata, “Wahai Paduka. Mengapa Paduka mengorbankan sekian banyak kulit sapi untuk melapisi jalan tersebut, padahal yang Paduka perlukan hanya dua potong kulit sapi untuk sepatu yang berfungsi melapisi telapak kaki Paduka?”

Cerita klasik di atas mengingatkan kita betapa seringnya kita menuntut dunia agar berubah sesuai dengan keinginan kita, demi kenyamanan dan harapan kita. Padahal, dengan sedikit perubahan pada diri sendiri, sebenarnya sudah bisa mengatasi itu semua.

Kenapa kita harus berjuang untuk hal-hal yang sebenarnya tidak dapat kita rubah?

Bukankah lebih baik menata diri dan komposisi tubuh ini agar selalu tumbuh dinamis – seiring dengan keadaan dan perubahan di sekitar kita ?

Seperti sulur-sulur tumbuhan rambat yang merayap mengikuti bentuk tembok.. tetapi mampu menghancurkannya.. Seperti lumut yang tumbuh naik turun mengikuti tekstur batu, tetapi sangat berpotensi untuk membuatnya rapuh.. Seperti awan yang selalu bergerak mengikuti angin, tetapi mampu menjadi hujan dan cuaca yang justru memutarbalikkan arah angin itu sendiri.. semoga.. ^^


REPOSTING DARI TEMAN SAYA rumah curhat

0 komentar

Posting Komentar