Popular Posts

masukan E-mail mu untuk berlannganan:

Delivered by FeedBurner

Selasa, 21 Desember 2010

cangkang telur

“Teng…teng…” bel tanda masuk berbunyi,

Bu Heni dan bu Han memanggil anak-anak masuk ke dalam ruangan.

Anak-anak pun segera berkumpul dan satu persatu duduk di karpet.

Namun di ujung saung terlihat masih ada empat anak yang masih asyik bermain.

Aisha dengan Nadwa yang sibuk dengan lomba larinya,

Rian yang masih asyik bermain dengan boneka naruto yang baru dibelinya,

dan Raihan yang sedang asyik memberi makan kelinci di halaman.

Bu Han pun segera memanggil Aisha, Nadwa, Rian dan Raihan untuk segera masuk

karena waktu istirahat telah selesai.

Tiba-tiba Rian memukul Raihan, sehingga Raihan menangis tersedu-sedu.

Bu Han pun segera berlari menuju tempat kejadian,

begitu pun Aisha dan Nadwa.

Bu Han bertanya, "Mengapa Rian memukul Raihan".

Rian berkata, “Raihan mengambil narutonya”,

seketika Raihan menjawab “Aku kan hanya pinjam” tanpa menghentikan tangisannya.

Bu han pun segera melerainya,

dan meminta Aisha dan Nadwa untuk berkumpul dengan teman-teman yang lain.

Sedangkan Bu Han meminta Rian dan Raihan untuk duduk dan menyelesaikan masalahnya.

Aisha dan Nadwa yang sedang asyik melihat kejadian tersebut pun pergi ke kelas sambil mengucap

“Dasar Cengeng”.

Bu han yang mendengar kalimat tersebut meminta Aisha dan Nadwa untuk segera masuk kelas.

Setelah Bu Han, Rian dan Raihan menyelesaikan masalahnya,

mereka pun segera bergabung dengan Bu Heni dan teman-teman yang lain.

Ternyata hari ini Bu Heni membawa tiga butir telur yang siap untuk dimasak.

Bu Heni meminta Aisha untuk memecahkan telur ke dalam mangkok yang sudah disiapkan di depannya.

Sedangkan untuk dua telur yang lain di pecahkan oleh Rana dan Fathia.

Bu Heni bertanya “Apa yang terjadi dengan telurnya?”

Serentak anak-anak pun berkata, “Telurnya pecah bu..”

“Bu, telurnya terbelah menjadi dua,

dan aku bisa melihat kuning dan telurnya masuk ke mangkok.” Ujar Rana.

“Bagus sekali, Nah sekarang kalian siap?

Siapa diantara kalian yang bisa mengatakan kepada ibu

bagaimana caranya agar ibu bisa mengembalikan isi telur kedalam cangkangnya?”

Suasana kelas menjadi hening, sang guru tersenyum dan menggoda anak-anak itu.

“Ayo, Ibu menunggu jawaban kalian….”

“Bu heni, kita tidak bisa mengembalikan isi telur itu, kan?” Tanya Rian yang penasaran.

“Menurutmu bagaimana?” Bu heni balik bertanya.

“Tidak bisa bu, kurasa tidak akan bisa” jawabnya dengan hati-hati.

“Bagus, Excellent Rian. Kita tidak bisa membuat telur itu utuh lagi.

Dan kalian tahu sebabnya?

Sekali sebutir telur pecah, dia akan tetap pecah.” Tutur bu hen sambil menoleh kepada Rian dan Raihan.

Begitu juga dengan kata-kata.

Setiap kali sepatah kata keluar dari mulut kita, kata itu tidak akan pernah bisa kembali.

Itulah sebabnya kita harus berhati-hati dengan apa yang kita katakan kepada orang lain.

Kata-kata bisa menyakitkan, persis seperti ketika kita memecahkan telur.”

Tiba-tiba Rian beranjak dari tempat duduknya dan mendekati tempat duduk Raihan seraya berkata,

“Maafin aku yach karena telah menonjokmu..”

Raihan pun menyambut tangan Rian dan berkata,

“aku juga minta maaf karena mengambil mainanmu.”

Aisha pun tak ketinggalan meminta maaf pada Raihan karena telah mengatai nya cengeng.

Dan suasana kembali gaduh karena semua bersiap-siap untuk menggoreng roti yang dilapisi dengan telur.

Sakitnya pukulan mungkin bisa hilang dalam beberapa waktu,

namun bagaimana dengan hati?

Jika kata-kata yang keluar dari mulut kita ternyata menyakiti saudara kita?

Lalu dengan cara apa kita mengembalikannya?

Dengan apa kita menghapusnya?

Sudah berapa telurkah yang sudah kita pecahkan?

Bagaimana mengembalikannya?

Karena itu perhatikan setiap kata yang hendak diucapkan .. :)


REPOSTING DARI TEMAN SAYA rumah curhat

0 komentar

Posting Komentar